IKIP PGRI Pontianak Jl.Ampera No.88

Tempat kami menimba ilmu pengetahuan

A Sore.Bahasa dan Sastra Indonesia

Terima kasih Tuhan,kami boleh belajar di IKIP PGRI Pontianak

A Sore

Bahasa dan Sastra Indonesia

HMBSI

Himpunan Bahasa dan Sastra Indonesia

MANTAB

Kampus Pelangi

Senin, 08 Desember 2014

Wulan Nanda



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Berbicara mengenai Bahasa Indonesia tentunya tak bisa terlepas dari asal usul Bahasa Indonesia itu sendiri, apabila merunut ke belakang, Bahasa Indonesia berakar dari rumpun Bahasa Melayu yang akhirnya mengalami perkembangan seiring dengan adanya pengukuhan secara resmi Bahasa Indonesia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Seperti kita ketahui berkembangnya bahasa pergaulan yang saat ini mulai bermunculan mempengaruhi bentuk baku dari Bahasa Indonesia itu sendiri. Ejaan Yang disempurnakan(EYD) pun mulai terlupakan. Masyarakat merasa lebih nyaman berkomunikasi menggunakan bahasa yang dikenal dengan Bahasa Gaul. Mereka bahkan merasa tak mengikuti perkembangan jaman apabila tidak bisa berbicara dengan bahasa gaul tersebut, selain itu, kemunculan bahasa pergaulan itu memberikan efek domino terhadap munculnya bahasa-bahasa baru yang tentunya menyimpang dan menyalahi bentuk EYD itu sendiri. Bahasa-bahasa itu antara lain bahasa komunikasi yang digunakan oleh sebagian komunitas, golongan bahkan perkumpulan tertentu.
Kita sebagai generasi muda sudah saatnya mengembalikan Bahasa Indonesia ke bahasa yang seharusnya. Mengurangi komunikasi menggunakan bahasa gaul bisa menjadi salah satu upaya kearah tersebut. Sebagai realisasinya yaitu dengan membiasakan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik di lingkungan keluarga.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. pabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
B.     FOKUS PENEELITIAN
1.   Bagaimana sikap prodi bahasa inggris terhadap prodi bahasa indonesia?
2.   Faktor apa saja yang mempengaruhi berbahasa didalam berbahasa inggris?
C.    TUJUAN PENELITIA
1.    Untuk mengetahui bagai mana sikap prodi bahasa inggris terhadap prodi bahasa indonesia.
2.    Untuk  mengetahui  faktor  apa  saja  yang  mempengaruhi  berbahasa  didalam  berbahasa  inggris.




BAB II
1.      Kajian Teori
a.      Sikap bahasa
Ø Menurut wibowo
 Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Ø  Menurut walija
 Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Ø  Menurut owen
 Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Ø  Menurut syamsuddin
Syamsuddin (1986:2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Ø Menurut pengabean
 Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.
Ø  Menurut soejono
Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.











BAB III
1.      PENGERTIAN BAHASA
a.    Identitas         
Nama              : Anggun Kurnia Ningrum
Prodi              : Bahasa Inggris
Kelas               : B Sore
Ø  Pertanyan
1.    bagaimana tanggapan prodi bahasa inggris terhadap prodi bahasa indonesia ?
Jawab : seperti kita ketahui bahasa adalah merupakan alat komunikasi yang kita gunakan dikehidupan sehari-hari,selain itu bahasa inggris bisa digunakan untuk bahasa internasional ,yang dimana saat kita berpapasan dengan orang internasional yang tidak menguasai bahasa indonesia tetapi dia menguasai bahasa inggris,sehingga dengan demikian dari dua bahasa tersebut saling memberi pengertian dalam masing-masing penggunaan serta arti dalam bahasa
2.      apakah menurut anda bahasa merupakan faktor yang sangat penting?
Jawab :  ya lebih jelas nya bahasa indonesia sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Mengapa bahasa indonesia sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari ?
Jawaban : karna bahasa  indonesia merupakan alat komunikasi dalam penyampaian dan pemberitahuan yang berdasarkan suatu negara republik indonesia.
4.      Bagaimana menurut anada ketika seseorang tidak bisa dalam penyampaian bahasa indonesia ketika berada di negara indonesia ?
Jawaban : seseorang tersebut harus mempunyai seseorang Transleter ( penerjemah ) yang berbahsa indonesia yang baik.
b.   Identitas
Nama : Syara Yuliasih
Prodi : Bahasa Inggris
Kelas : B sore
Syara:ya nama saya syara yuliansih ,dari prodi bahasa inggris,kelas B sore.
Wulan :saya mau minta tanggapan anda terhadap prodi bahasa inggris terhadap prodi bahasa indonesia
Syara: ya menurut saya bahasa adalah sebagai alat komunikasi,dan orang berkomunikasi menggunakan bahasa melalui tulisan dan tentu saja ada yang membaca bisa disebut didalam bahasa inggris yang pertama listening,kedua speaking, sedangkan ketiga reading,dan yang terakhir writing.
Wulan :biasa disebut apa kah itu dalam bahasa indonesia?
Syara :listening yaitu mendengarkan,speaking yaitu berbicara,reading pembacaan,sedangkan writing yaitu tulisan.
Wulan : ya hanya itukah tanggapan anda tentang sikap prodi bahasa inggis terhadap prodi bahasa indonesia.
Syara:ya
Wulan :baik lah terimaksih atas waktu nya kepada syara yuliansih dan anggun kurnia ningrum,atas partisipasinya,saya cukupkan sampai disini dan terima kasih.



BAB IV
    PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa adalah merupakan alat komunikasi yang digunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Dimana di dalam suatu negara bahasa merupan suatu ucapan dalam berkomunikasi satu sama lain yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang berdasarkan suatu negara.















B.     SARAN
Dalam penggunaan berbahasa yang baik, harus mampu mengunakan EYD dengan baik dan benar dan didalam antar negara setidak nya kita mampu mengetahui bahasa asing terutama bahasa internasional (Inggris) agar mampu berkomunikasi satu sama lain.
















Daftar Pustaka
Ambary, Abdullah. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika. 1986.
Guntur, Henry. Pengajaran Kompetensi Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. 1989.
Mackey, W.F. Analisis Bahasa. Surabaya: Usaha Nasional. 1986.
Santoso, Kusno Budi. Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. 1990.
Soejono, Ag. Metode Khusus Bahasa Indonesia. Bandung: Universitas Terbuka Jakarta. 1986.Pangabean, Maruli. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia. 1981.
Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. 2001.



Peristiwa Campur Kode Di Ranah Sosial (Bandara)



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TUHAN Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Peristiwa Campur kode Di Ranah Sosial (Bandara) ” Proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari adanya partisipasi dari berbagai pihak. Untuk itu, maka penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Bapak Alashadi Alimin,M.Pd., selaku dosen pengasuh matakuliah Sosiolinguistik yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam penulisan makalah.
2.      Rekan-rekan mahasiswa.
Penulisan makalah ini, disadari oleh penulis bahwa isi di dalamnya tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan.

                                                                 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penelitian
Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa digunakan manusia sebagai alat komunikasi untuk saling berbagi ide ,pendapat, dan pikiran. Bahasa merupakan suatu gejala sosial. Pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonlinguistik (unsur pembangun di luar bahasa itu sendiri) mislnya: tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, dan tingkat ekonomi.
Di dalam masyarakt multilingual, pengunaan berbagai macam bahasa olh masyarakat memungkinkan terjadinya alih kode dan campur kode. Alih kode merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek (Ohoiwutan, 2002:71), sedangkan campur kode merupakan pencampuran dua bahasa yang dilakukan dengan sengaja tanpa mengamati topik pembicaraan (Wardhaugh, 1992:107). Terjadinya alih kode dan campur kode disebabkan oleh situasi pemakaian bahasa yang beragam.
Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek, biasanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama (Ohoiwutun,2002:71). Menurut Nababan (1991:32) campur kode adalah “ suatu keadaan berbahasa lain adalah bilamana orang mencampur dua (speech act atau discoure) tanpa ada sesuatu dalam situasi bahasa itu yang menuntu pencampuran bahasa itu “ selain itu, campur kode merupakan adanya pengunaan unsur-unsur bahasa lain ketika pemakaian bahasa tertenti dangan disengaja dalam percakapan. Denan kata lain, campur kode terjadi apabila ada seseorang mencampur dua atua lebih bahasa atau ragam bahasa.
Dalam penelitin ini akan dianalisis sebuah peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara). Peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara) sebagai objek penelitian berdasarkan asumsi bahwa peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara) tersebut terdapat variasi bahasa. Variasi bahasa yang dimaksud adalah variasi bahasa daerah (bahasa Batak),  bahasa Indonesia, dan bahasa Asing.
Analisis difokuskan pada aspek kebahasaan, faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode, dan dampak yang ditimbulkan dari peristiwa alih kode dan campur kode. Aspek kebahasaan yang diteliti yaitu penyisipan unsur yang berwujud kata dianalisis berdasarkan makna kata tersebut, jenis kata (kata sifat, kata benda, dan kata kerja) kedudukanya di dalam kalimat (sebagai subjek, predikat, objek, dan keterangan).
Penelitian terdapat faktor penyebab terjadinya campur kode mencakup alasan seseorang dalam melakukan campur kode yaitu membicarakan mengenai topik tertentu, mengutip pembicaraan orang lain, mempertegas sesuatu, pengisi dan penyambung kalimat. Alasan lain seseorang melakukan campur kode yaitu perulangan untuk mengklarifikasi, bermaksud untuk mengklarifikasi isi pembicaraan kepada lawan bicara menunjukan identitas suatu kelompok, untuk memperhalus atau mempertegas permintaan, kebutuhan leksikal, dan keefisiensian suatu pembicaraan.

B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, masalah umum dalam penelitian ini,”Bagaimanakah bentuk campur kode di ranah sosial (bandara)?”. Masalah umum tersebut dibatasi menjadi sub masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana aspek kebahasaan yang terkandung di ranah sosial (bandara)?
2.      Apakah penyebab terjadinya campur kode di ranah sosial (bandara)?
3.      Apakah dampak yang ditimbulkan dari alih kode dan campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara)?

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan aspek-aspek kebahasaan yang terdapat di ranah sosial (bandara).
2.      Mendeskripsikan penyebab terjadinya campur kode di ranah sosial (bandara).
3.      Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari alih kode dan campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara).

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1.    Manfaat Teoritis
Manfaat dari hasil penelitian ini, dapat menjadi mesukan yang bermanfaat bagi pengembangan penelitian bahasa. Menambah atau memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang sosiolinguistik.
2.    Manfaat Praktis
a.       Bagi peneliti, penelitian peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara) akan memberikan penambahan wawasan dalam menyelesaikan masalah yang ada dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.
b.      Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat dimanfatkan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan atau referensi untuk memahami teori sosiolinguistik yang berkaitan dengan peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara), khususnya mahasiswa Jurusan PBS (Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia).
c.       Bagi dosen, menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sosiolinguistik khususnya peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara).





















BAB II
KAJIAN TEORI
A.       Komponen Tutur
Pemakaian bahasa ditentukan oleh faktor linguistik dan faktor non linguistik. Faktor non linguistik juga berkitan dengan faktor sosial dan kultural.Menutut Hymes (Rahardi, 2001:27) menyatakan bahwa faktor luar bahasa (extra linguistik) yang dikatakan sebagai penentu penggunaan bahasa dalam bertutur itu dapat pula disebut sebagai komponen tutur (components of speech).
Ada delapan komponen yang berpengaruh terhadap pemilihan kode dalam bertutur. Menurut Hymes (Rahardi, 2001:29) menyatakan bahwa komponen tersebut antara lain, tempat dan suasana tutur, perserta tutur, tujuan tutur, pokok tuturan, nada tutur, sarana tutur, norma tutur, dan jenis tuturan yang selanjutnya disebut “speaking” (settings, participants, ends, act sequences, keys, instruments, norms, dan genres. Berikut ini diberikan penjelasannya.
1.      Settings (tempat dan suasana tutur)
Digunakan untuk menunjukan kepada aspek tempat dan waktu dari terjadinya sebuah tuturan. Suasana tuturan berkaitan erat dengan faktor psikologis sebuah tuturan.
2.      Participants (perserta tutur)
Perserta tutur menunjukan kepada minimal dua pihak dalam bertutur.
3.      Ends (tujuan tutur)
Tujuan dari peristiwa dalam suatu masyarakat diharapkan sesuai dengan tujuan dari warga masyarakat itu. Sebuah tuturan mungkin saja dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau buah pikiran.
4.      Act sequences (pokok pikiran)
Pokok tuturan merupakan bagian dari komponen yang tidak pernah tetap, artinya bahwa pokok tuturan itu akan selalu berubah dalam dalam deretan pokok-pokok tuturan dalam peristiwa tutur.
5.      Keys (nada tutur)
Nada tutur menunjuk kepada nada, cara, dan motivasi suatu tindakan yang dapat dilakukan dalam bertutur.
6.      Instruments (sarana tutur)
Sarana tutur menunjuk kepada saluran tutur (channels) dan bentuk tutur (form of speech). Saluran tutur yang dapat dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur. Sarana yang dimaksud dapat berupa saluran lisan, saluran tertulis, bahkan dapat pula lewat sandi-sandi atau kode tertentu.
7.      Norms (norma tutur)
Norma tutur dibedakan menjadi dua, yaitu norma interaksi (interpretation norms) dalam bertutur. Norma intraksi menunjuk kepada dapat atau tidaknya sesustu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. Di samping itu, norma interpretasi masih memungkinkan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi untik memberikan interpretasi terhadap mitra tutur khususnya manakala yang terlibat dalam komunikasi adalah warga dari komunitas tutur yang berbeda.
8.      Genres (jenis tutur)
Jenis tutur menunjuk kepada jenis kategori kebahasaan yang dituturkan. Jenis tutur tersebut menyangkut kategori wacana seperti percakapan, cerita, pidato, dan semacamnya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen tutur adalah faktor luar bahasa yang sebagai penentu pengunaan bahasa dalam bertutur. Komponen-komponen yang berpengaruh terhadap pemilihan kode di ranah sosial (bandara) antara lain tempat dan suasana tutur, komponen yang kedua yaitu perserta tutur, komponen yang ketiga yaitu tujuan tutur, komponen yang keempat yaitu pokok tuturan, komponen yang kelima yaitu nada tutur, komponen yang keenam yaitu sarana tutur, komponen yang ketujuh yaitu norma tutur. Yang terakir yaitu jenis tutur.
B.       Kode
Ketika seseorang akan berkomunikasi dengan yang lainya, ia akan memilih kode yang tepat atau sesuai dengan keadaan ketika pembicaraan berlangsung. Menurut Haryanto dkk (Anwar, 2000: 15-16) kode adalah suatu istilah yang digunakan sebagai pengganti dari bahasa, ragam bahasa atau dialek. Sedangkan menurut Wardhaugh (Alashadi Alimin, 1992:89), “ code can be used to refer to any kind of system that two or more pepole employ for communication”. Diartikan bahwa kode digunkan oleh dua orang atau lebih dalam berkomunikasi untuk menyampaikan maksud. Jadi, kode mengacu pad sistem bahasa yang dipakai didalam berkomunikasi.
Menurut Poedjosoedarmo (Rahardi, 2001:21-22) menyatakan bahwa kode dapat didefenisikan sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicaranya, dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat bahasa.
Seorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pateda (Alashadi Alimin, 1987:83) menyatakan bahwa pengkodeaan ini melalui suatu proses yang terjadi baik pada pembicara, hampa suara, dan lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan.
Menurut  Suwito  (Alashadi Alimin, 1985:67),  kode  adalah  salah  satu  variasi  dalam  hierarki kebahasaan.  Selanjutnya  diberi  ilustrasi,  misalnya  kita  mengatakan  bahwa “manusia  adalah makhluk-makhluk  berbahasa  (homo  lingual)”,  yang  dimaksud bahasa di  sini  adalah  alat verbal  yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Alat komunikasi yang merupakan alat variasi bahasa dikenal dengan kode. Dalam bahasa  terkandung  beberapa  macam  kode,  di  dalam  satu  kode  terdapat kemungkinan variasi  rasional, untuk kelas  sosial, gaya maupun  register. Dengan demikian,  bahasa merupakan  level  yang  paling  atas  disusul  dengan  kode  yang terdiri atas varian-varian dan ragam serta gaya dan register sebagai sub-sub.
Menurut  Kridalaksana  (Alashadi Alimin, 1984:102)  kode  diartikan  sebagai  (1)  lambang suatu  sistem        ungkapan  yang  dipakai  untuk menggambarkan makna  tertentu,  (2) sistem bahasa dalam satu masyarakat, (3) suatu varian tertentu dalam satu bahasa.


C.       Alih Kode
Alih kode atau code switching adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya, penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Inggris. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam alih kode masing-masing bahasa cenderung masih mendukung fungsi masing-masing dan  masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
 Menurut Nababan (Alashadi Alimin, 1984:31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu ke ragam yang lain. Misalnya, ragam formal ke ragam santai, dari kromo inggil (bahasa jawa) ke bahasa ngoko dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Kridalaksana (Alashadi Alimin, 1982:7) mengemukakan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut alih kode. Holmes ( Alashadi Alimin, 2001:35) menegaskan bahwa suatu alih kode mencerminkan dimensi jarak sosial, hubungan status, atau tingkat formalitas interaksi para penutur.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan  peran dan situasi. Alih kode menunjukkan adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasional yang relevan dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.

D.       Campur Kode
1.         Pengertian Campur Kode
Dalam peristiwa tutur, campur kode juga sering digunakan. Pengertian campur kode menurut Nababan (Alashadi Alimin, 1991:32), “suatu keadaan berbahasa lain (speech act atau discoure) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan yang demikian, hanya kesantaian penutur dan atau kebiasaannya yang dituruti”.
Menurut Chaer (Alashadi Alimin, 2004:114) menyatakan bahwa didalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomianya , sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Akan tetapi, campur kode menurut pendapat Wardhaugh (Alashadi Alimin, 1992:107), “conversational cede-mixing involves the deliberate mixing of two languages wit hout an associated topic change”. Campur kode meliputi pencampuran dua bahasa yang dilakukan dengan sengaja tanpa mengganti topik pembicaraan.
Thelander (chair, 2004:115) menjelaskan bahwa apabila suatu peristiwa tutur, klusa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran (hybrid clauses, hybrid pharases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah peristiwa campur kode.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alashadi Alimin, 2005:190), campur kode adalah pengunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, dimana pemakaianya berupa kata, klausa, idiom, sapaan, dan sabagainya.
2.         Jenis dan Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode
Muysken (Alashadi Alimin, 2000:3) membagi campur kode menjadi tiga jenis, yaitu “ insertion of material lexical items or entire constituent from one language into a structure from the other lnguage, alternation between structures from language, and congruent lexicalization of material from different lexical inventories into a shared grammatical structure”. Menurut Musyken, campur kode terbagi menjadi tiga, yaitu penyisipan (bentuk leksikal atau keseluruhan unsur pokok dari suatu bahasa kedalam suatu struktur bahasa lain, persilangan antara struktur-struktur bahasa, dan kongruen leksikal yang berbeda kedalam struktur grametikal bersama-sama.
Chaer (Alashadi Alimin, 2004:116) menyatakan, “ campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan “. Hal ini serupa dengan pendapat Suwita (Wibowo, 2006:23-24) yang menyatakan bahwa berdasarkan unsur-unsur bahasa yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster, penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ulang, penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.











BAB III
PERISTIWA CAMPUR KODE DI RANAH SOSIAL (BANDARA)
A.       Metode Penelitian
1.         Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung di ranah sosial (bandara), penelitian pertama: pada hari  Sabtu tanggal 27 September 2014  Pukul 11:25 hingga selesai, sedangkan penelitian kedua dilakukan pada hari Minggu tanggal 01 November 2014  pukul 10:00 hingga selesai.
2.         Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari bahasa lisan yang berupa rekaman suara yang terjadi di ranah sosial (bandara).
3.         Pelaku
Adapun pelaku di  dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di ranah sosial (bandara).
Penelitian ini dilaksanakan di ranah sosial (bandara), adapun waktu yang dibutuhkan selama penelitian yaitu selama lima minggu. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti berupaya mendeskripsikan peristiwa alih kode dan campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara) berdasarkan dengan keadaan yang sebenar-benarnya.
Strategi penelitian yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), yaitu manganalisis hasil dokumen berupa rekaman suara tindak tutur yang mengandung unsur alih kode dan campur kode dalam kegiatan komunikasi di ranah sosial (bandara).


B.       Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian
1.         Terjadinya alih kode dan campur kode di ranah sosial (bandara)
Suwito (Alashadi Alimin, 1985:77) mengungkapkam latar belakang terjadinya campur kode yang pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu: tipe yang berlatar belakang pada sikap (attitudinal type) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe itu saling bergantung dan tidak jarang tumpang tindih (overlap). Sedangkan Menurut Nababan (Alashadi Alimin, 1984:31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu ke ragam yang lain.
Hasil penelitian mengenai alih kode di ranah sosial (bandara). Masyarakat yang ada di sekitar bandara masih menggunakan dua bahasa (Batak dan Indonesia) sebagai alat komunikasi dalam situasi nonformal atau santai. Masyaraat yang ada di ranah sosial (bandara) lebih memilih menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Batak dalam berkomunikasi.
Masyarakat yang ada di lingkungan bandara pada umumnya menggunakan bahas Indonesia sebagai alat tutur dan sering kali beralih dan bercampur ke dalam bahasa Batak ataupun sebaliknya. Hal itu disebabkan karena adanya setatus sosial dan faktor kebiasaan menggunakan bahasa daerah (Batak). Oleh sebab itu saat kegiatan komunikasi berlangsung masyarakat yang berada di lingkungan sosial (bandara) menggunakan dua bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Batak sehingga terjadi alih kode dan campur kode.
Alih kode yang berupa peralihan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak ditemukan dalam kegiatan komunikasi yang terjadi di ranah sosial (bandara). Hal demikian tentu membuat masyarakat lebih cenderung beralih kode ke dalam bahasa Batak, karena saat masyarakat yang ada di ranah sosial (bandara) mengunakan bahasa Batak mereka berusaha menyesuaikan tingkat tutur dengan lawan bicaranya sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan baik. Berikiut ini data yang menunjukan peristiwa tutur yang ditemui adanya alih kode yang dilakukan oleh masyarakat di ranah sosial (bandara) sebagai berikut:
Data 1

O1                   : syukurlah harai ini nga terlalu panas
O2                   : koreke sonoru holongu                                 
O1                   : hono lungu                                                   
O2                   : mana tong sampah                                       
O1                   : homo gi dimana                                           
O2                   : saleng kana                                                   
O1                   : hati-hati berat itu                                          
O2                   : inikan 15 kg                                                 
O1                   : bapak tunggu saja                                        
O2                   : tapi nga disitu tempat tunggunya                
O1                   : nag lah                                                          
O2                   : turun nanti jatuh                                           
O1                   : ana boi ana inga                                           
O2                   : nanti kita dai akai ito                                   
O1                   : nana gade hingai ida                                    
O2                   : ide sada oko nai te                                       
O1                   : tolong itai                                                     
O2                   : iga aga                                                          
O1                   : mari bg
Data di atas merupakan tuturan atau komunikasi yang terjadi di ranah sosial (bandara). Awalnya masyarakat di sekitar bandara menggunakan bahasa indonesia, yakni pada tuturan, “syukurlah hari ini nga terlalu panas”, kemudian tuturan bahasa Indonesia itu berubah menjadi tuturan bahasa Batak yakni pada tuturan, “koreke sonoru holongu”.
Penutur yang ada di ranah sosial (bandara) berkomunikasi dengan mitra tuturnya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Batak. Terjadinya alih kode  di ranah sosial (bandara), karena masyarakat masih dominan menggunakan bahasa Ibu (Batak), sehingga pada saat masyarakat berkomunikasi mereka sering menggunakan bahasa Batak dan bahasa Indonesia yang dilakukan secara bergantian.
Alih kode ini terjadi karena masyarakat yang ada di sekitar bandara lebih biasa menggunakan bahasa Batak dan mereka merasa akrab jika mereka menggunkan  bahasa Batak. Jadi dengan sadar masyarakat yang ada di ranah sosial (bandara) mengganti bahasanya dengan bahasa sehari-hari, yakni bahasa Batak, dengan tujuan untuk mempelancar komunikasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alih kode tersebut adalah dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak dan dari bahasa Batak ke bahasa Indonesia.
Berikut ini data yang menunjukan peristiwa tutur yang ditemui adanya campur kode yang dilakukan oleh masyarakat di ranah sosial (bandara) sebagai berikut:

Data 2

O1       : Hai....dari mana?
O1       : Tadi Aika naik apa? Pesawat?
O2       : pesawat
O3       : Tidur dia
O1       : Apa....tidur!
O1       : Naik pesawat dia


Data 3

O1       : Dah berani dah dia Allahhuakbar....dah berani
O2       : Nga da kata-kata lain kah selain kata-kata gampang
O3       : Perhatian-perhatian kepada Kahutaruna dan Nasution, pangilan
Kepada Kahutaruna dan Nasution dengan nomor penerbangan Gb 713 tujuan Jakarta untuk masuk melalui pintu dua. Attention please!
O3       : Perhatian pesawat Gb 688 dari Jakarta mendarat pada pukul 12:28. Attention please! Pek number Gb six eighty eight Jakarta thank you.
Data di atas menunjukan bahwa telah terjadi campur kode di ranah sosial (bandara). Awalnya masyarakat di sekitar bandara menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat untuk berkomunikasi yakni pada tuturan, ”kepada Kahutaruna dan Nasution dengan nomor pernerbangan Gb 713 tujuan Jakarta untuk masuk melalui pintu dua” , kemudian tuturan bahasa Indonesia itu berubah menjadi tuturan bahasa Asing yakni pada tuturan, “Attention please. Campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara) dikarenakan adanya faktor kebiasaan dan keinginan menjelaskan sesuatu/maksud kepada khalayak umum.
Pada data pertama penyisipan unsur bahasa Batak lebih banyak digunkan dari pada bahasa Indonesia yaitu berjumblah tiga puluh satu (31) kata, sedangkan penyisipan unsur bahasa Indonesia berjumblah dua puluh sembilan (29) Kata. Pada data kedua dan ketiga penyisipan unsur bahasa Indonesia berjumblah lima puluh delapan (58) kata, sedangkan penyisipan  unsur bahasa Asing berjumblah empat belas (14) kata.
Setelah dilakukan penelitian secara saksama, alih kode dan campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara), yaitu alih kode internal dan campur kode keluar (Outer-Code Mixing). Alih kode internal meliputi: alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak dan campur kode dari bahasa indonesia ke bahasa Asing.

C.       Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode di Ranah Sosial (Bandara)
Menurut Suwito (Alashadi Alimin, 1985:72) mengemukakan beberapa faktor penyebab terjadinya alih kode, yaitu:
1.      Penutur
Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Hal ini dilakukan  dengan maksud mengubah situasi, misalnya dari situasi resmi ke situasi tak resmi.
2.      Lawan Tutur
Alih kode juga dilakukan dengan maksud ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tuturnya.
3.      Hadirnya Penutur Ketiga
Alih kode dilakukan karena kehadiran orang ketiga dalam situasi tutur karena berbeda latar belakang kebahasaanya. Hal ini dilakukan untuk netralisasi situasi dan sekaligus menghormati hadirnya orang ketiga tersebut.
4.      Pokok Pembicaraan (topik)
Alih kode terjadi karena berubahnya pokok pembicaraan, misalnya dari pokok pembicaraan yang bersifat formal beralih ke pokok pembicaraan yang bersifat informal.
5.      Untuk membangkitkan rasa humor
6.      Untuk sekedar bergensi
Penelitian ini menemukan beberapa faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode antara penutur dan mitra tutur saat kegiatan komunikasi terjadi di ranah sosial (bandara). Faktor-faktor penyebab alih kode meliputi: 1) penutur (O1), 2) lawan tutur (O2), 3) hadirnya penutur ketiga, 4) pokok pembicaraan (topi), 5) ingin menjelaskan sesuatu/maksud tertentu, 6) membangkitkan rasa humor. Sementara alasan yang bisa menjelaskan menggapa masyarakat yang ada di ranah sosial (bandara) melakukan alih kode, karena masyarakat masih dominan menggunakan bahasa Ibu (Batak), sehingga pada saat masyarakat berkomunikasi mereka sering menggunakan bahasa Batak dan bahasa Indonesia yang dilakukan secara bergantian.

D.       Dampak Alih Kode dan Campur Kode yang Terjadi di Ranah Sosial (bandara)
Peristiwa alih kode dan campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara) yang dilakukan oleh masyarakatnya berdampak positif dan negatif. Dampak positif, terjadinya alih kode dan campur kode dalam kegiatan komunikasi  yang terjadi di ranah sosial (bandara), yaitu antara penutur  dan mitra tutur merasa lebih akrab, penggunaan bahasa Batak dan bahasa Indonesia akan membantu penutur untuk menyampaikan maksud dan tujuan kepada mitra tutur, dan membangkitkan rasa humor.
Dampak negatif, terjadinya alih kode dan campur kode dalam kegiatan komunikasi yang terjadi di ranah sosial (bandara), yaitu: rusaknya tatanan bahasa indonesia yang diakibatkan dari terjadinya interferensi dan integrasi, serta dengan adanya alih kode dan campur kode penggunaan bahasa Indonesia tidak dilakukan secara baik dan benar.













BAB IV
PENUTUP
A.       Simpulan
Indonesia merupakan negara yang mempunyi masyarakat bilingual dan multilingual, sehingga masyarakat Indonesia dapat berbahasa lebih dari satu bahasa. Dalam menggunakan bahasa dapat terjadi penyisipan unsur-unsur yang berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing sehingga terjadi alih kode dan campur kode.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Wujud alih kode dan campur kode yang terjadi dalam kegiatan komunikasi di ranah sosial  (bandara) berupa alih kode interen dan campur kode keluar (Outer-Code Mixing). Alih kode interen meliputi: alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak, dari bahasa Batak ke bahasa Indonesia, sedangkan campur kode keluar (Outer-Code Mixing) meliputi: campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Asing.
Pada data pertama penyisipan unsur bahasa Batak lebih banyak digunkan dari pada bahasa Indonesia yaitu berjumblah tiga puluh satu (31) kata, sedangkan penyisipan unsur bahasa Indonesia berjumblah dua puluh sembilan (29) Kata. Pada data kedua dan ketiga penyisipan unsur bahasa Indonesia berjumblah lima puluh delapan (58) kata, sedangkan penyisipan  unsur bahasa Asing berjumblah empat belas (14) kata.
2.  Faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dalam kegiatan komunikasi di ranah sosial (bandara) dibedakan oleh beberapa fator yakni: 1) penutur (O1), 2) lawan tutur (O2), 3) hadirnya penutur ketiga, 4) pokok pembicaraan (topik), 5) ingin menjelaskan suatu/maksud tertentu, 6) untuk membangkitkan rasa humor.
3. Dampak yang ditimbulkan dari alih kode dan campur kode yang terjadi di ranah sosial (bandara). Dampak positif, terjadinya alih kode dan campur kode dalam kegiatan komunukasi yang terjadi di ranah sosial (bandara), yaitu antara penutur dan mitra tutur merasa lebih akrab, pengunaan bahasa Batak, bahasa Indonesia, dan bahasa Asing. akan membantu penutur untuk menyampaikan maksud dan tujuan kepada mitra tutur, dan membangkitkan rasa humor. Dampak negatif, terjadinya alih kode dan campur kode dalam kegiatan komunikasi yang terjadi di ranah sosial (bandara), yaitu: rusaknya tatanan bahasa indonesia yang diakibatkan dari terjadinya interferensi dan integrasi, serta dengan adanya alih kode dan campur kode pengunaan bahasa Indonesia tidak dilakukan secara baik dan benar.

B.       Saran
Adanya alih kode dan campur kode dalam kegiatan komunikasi dapat memengaruhi sistematika bahasa Indonesia yang baik dan benar. Masyarakat akan menjadi terbiasa dengan pengunaan campur kode dan dikahwatirkan dapat merusak fungsi bahasa Indonesia. Penggunaan alih kode dan campur kode yang terlalu sering juga berdampak negatif pada pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Adapun beberapa saran dalam peristiwa campur kode di ranah sosial (bandara) dapat dimaksimalkan sebagai berikut:
1.   Bagi peneliti, disarankan kepada peneliti selanjutnya supaya melakukan penelitian tentang bentuk alih kode dan campur kode yang lebih luas, seperti campur kode yang mengalami proses morfologis, serta mengikutsertakan fungsi dan tujuan campur kode.
2.   Bagi mahasiswa, disarankan kepada mahasiswa supaya dalam melakukan  kegiatan komunikasi untuk lebih mengetahui bentuk alih kode dan campur kode.
3.   Bagi dosen, disarankan kepada dosen untuk lebih memahami mengenai sosiolinguistik khususnya peristiwa alih kode dan campur kode.













DAFTAR PUSTAKA
Chear, Abdul dan Agustina Leoni. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta.
Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gajah, Mada University press.
Harimurki Kridalaksana. 1982. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Janet Holmes. 2001. An introduction to Sociolinguistics. Edinburgh:
 Person Education  Limited.
P.W.J.Nababan, 1986. Sosiolinguistik Suatu Pengantar.
Jakarta: Gramedia.
Sumarsono dan Paina Pratama. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta:Sabda.
Poejosoedarmo,Soepomo. 1976. Kode dan Alih kode. Yogyakarta:
 Balai Penelitian Bahasa.
Wijan,I Dewa Putu dan Rohmadi Muhammad. 2012. Sosiolinguistik. (Kajian Teori dan Analisis). Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesain Blanc.
Kentjono, Djoko. 1982. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta:
 Fakultas Sastra.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More