IKIP PGRI Pontianak Jl.Ampera No.88

Tempat kami menimba ilmu pengetahuan

A Sore.Bahasa dan Sastra Indonesia

Terima kasih Tuhan,kami boleh belajar di IKIP PGRI Pontianak

A Sore

Bahasa dan Sastra Indonesia

HMBSI

Himpunan Bahasa dan Sastra Indonesia

MANTAB

Kampus Pelangi

Sabtu, 29 November 2014

Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur di Ranah Agama




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasiyang dipergunakan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa menggunakan bahasa seseorang tidak akan dapat bersosial, bahakan mungkin tidak juga tidak akan memenuhi kebutuhan hidupnya.Seorang pada umumnya tidak pandai memilih petuturan yang baik atau bahkan tidak memahami makna dan jenis peturan yang seharusnya mereka pergunakan, baik dilingkungan instansi maupun dilingkungan masyarakat pada umumnya.Hal ini dapat tarjadi karena beberapa faktor, diantaranya faktor pengetahuan seseorang, faktor lingkungan, faktor pergaulan, faktor pergaulan daerah dan faktor intern seseorang.
Sebagai salah satu contoh petuturan yang disampaikan seseorang yang kesehariannya di Terminal sangatlah jauh berbeda dengan petuturan yang disampaikan dosen yang kesehariannya meyampaikan kajian-kajian ilmiah kepada maasiswa dilingkungan kampus, begitupun tidak sedikit orang yang masih banyak kesalahan dalam menggunakan petututan.Maka dalam berbahasa akan terjadi peristiwa tutur dan tindak tutur. Peristiwa tutur adalah terjadinya iteraksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua belah pihak. Suatu peristiwa tutur harus meliputi delapan komponen yaitu, setting (tempat dan waktu), participan (pihak yang terlibat dalam tuturan), ends (maksud dan tujuan tuturan), act seguenssce (bentuk dan isi ujaran), key (nada, cara dan semangat suatu pesan disampaikan), instrumentalities (jalur bahasa yang digunakan, misal lisan dan tertulis), norma of interaction and interpretation (norma dan aturan berintereksi), genre (jenis bentuk penyampaian seperti narasi dan puisi).
Sedangkan tindak tutur lebih terlihat dari makna atau arti dalam tindakan tuturan seseorang .Tindak tutur juga merupakan salah satu penomena dalam masalah yang lebih  luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik.Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. J.L Austin 1956 membagi tindak tutur menjadi tiga jenis yaitu:
 1. Lokusi     : Apa yang akan disampaikan penutur dengan mitra tuturnya.
 2. Ilokusi     : Menyampaikan sesuatu dari penutur tehadap mitra tutur.
 3. Perlukusi : Tanggapan mitra tutur terhadap ilokusi yang disamapaikan penutur.
      Dalam penelitian ini dapat kita analisis terjadinya peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi diranah agama (masjid dan khutbah jum’at).






B.     Fokus Penelitian
-          Masalah dan batasan masalah
Adapun masalah dan batasan masalah yang menjadi acuan sebagai berikut:
1.      Bagaimana bisa terjadi peristiwa tutur dan tindak tutur?
2.      Bagaimana cara seseoran memahami peristiwa tutur dan tindak tutur?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembutan makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peristiwa tutur dan tindak tutur
2. Untuk mengetahui bagaimana seseorang bertutur

D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut:
1.      Sebagai wahana untuk melatih penulis menbuat karya tulis.
2.      Dapat memotivasi para mahasiswa untuk memahami aliran pendidikan secara lebih mendalam.
3.      Dapat menambah wawasan serta sebagai literatur perpustakaan.




























BAB II
KAJIAN TEORI


A.  Konsep Tindak Tutur.
Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Menurut Chaer (2004 : 16) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Konsep adalah penyebaran teori. Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para lingusitik diantaranya J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9) menyatakan bahwa secara pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (Hartyanto, 2008).
B. Landasan Teori
Tarigan (1990:36) menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka instrumen pada penelitian ini mengacu pada teori tindak tutur.
 Menurut J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9), secara analitis tindak tutur dapat dipisahkan menjadi 3 macam bentuk, antara lain:
1.      Tindak lokusi (Lecutionary act), yaitu kaitan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis (Searly dalam Lubis). Contoh: ‘Saya lapar’, seseorang mengartikan ‘Saya’ sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan ‘lapar’ mengacu pada ‘perut kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.




2.      Tindak ilokusi (Illecitionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan dan sebagainya. Contoh: Saya lapar’, maksudnya adalah meminta makanan, yang merupakan suatu tindak ilokusi.
3.      Tindak perlokasi (perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu oleh pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Tanganggapan itu tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga bentuk tindakan atas perbuatan.
Menurut Rustono (1999) tindak tutur dibedakan menjadi empat bagian yaitu:
1.      Tindak tutur harfiah adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
2.      Tindak tutur tidak harfiah adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan kata-kata yang menyusunnya.
3.      Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yan g diguanakn secara konvensional.
4.      Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang digunakn tidakn konvensional.
Apabila keempat jenis tindak tutur tersebut digabung maka diperoleh empat macam tindak
 tutur interseksi antara lain:
a.    Tindak tutur langsung harfiah tuturan dibawah ini adalah tuturan yang dituturkan oleh     seseorang petugas pemeriksaan keamanan kepada seseorang yang menjalani pemeriksaan. Tuturan tersebut merupakan tindak tiutur harfiah.
b.      Tindak tutur langsung tidak harfiah tuturan dibawah ini adalah tuturan yang diucapkan oleh seseorang kepada teman kerjanya sebagai pedagang. Dokter:” bagaimana kalau bapak angkat tangan sebentar?”
      Jadi dapat disimpulkan beberapa pendapat dari para ahli, tindak tutur merupakan unsur prgmatik yang melibatkan pembicara, pendengar, atau penulis pembicara serta yang yang dibicarakan. Secara analisis tindak tutur dapat dipisahkan dalam tiga macam bentuk, tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur pelokusi. Tindak tutur terdiri atas beberapa bagian, tindak tutur harfiah, tindak tutur tidak harfiah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak lansung.







BAB III
HASIL PENELITIAN

            Dari hasil penelitian mengenai tutur dan tindak  tutur diranah agama (masjid dan khutbah jum’at).Dari hal tersebut kita dapat mengetahui tema apa yang disampaikan penutur dan hal-hal apa saja yang disampaikan penutur.
Tema   : Idul Adha ( hari raya kurban)
       Hal yang disamapaikan penutur: Penutur menyampaikan “dari sekian banyak nikmat yang       diberikan allah ada terdapat nikmat yang paling  mahal yang tidak dapat dihargai dengan apapun yaitu iman dan islami”. Pokok penyampaian penuutur, seminggu yang lalu kita baru saja melaksanakan satu peringatan yang maha besar, peringatan yang mengajarkan kita para manusia yaitu peringatan idul adha, masih terkait dengan idul adha ada satu pelajaran yang dapat kita petik pada siang hari ini semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, bisa menjadi pelajaran bagi semua pemimpin rumah tangga kita masing-masing karena kisah ini berawal dari Q.S As-shofat:102 Allah berfirman a’uzubillah himinassaitonirrazim  fallamma balakho mahussaiyah kolaya bunayya inni arrafill manam anni anta hunna fanturna nayya kholayya badif alma tumarru sajaduni insya allah man sabirin “maka ketika anak itu sampai umur 1 tahun ibrahim berkata wahai anakku sesesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu anakku, maka ismail menjawab wahai ayahku lakukanlah apa yang diperintahkan allah kepada kita insaallah kita akan mendapat surga dan menjadi orang-orang beruntung”. Dari cerita tersebut penutur dapat menyimpulkan bahwa “keberhasilan seseorang ayah yang berhasil mendidik putranya, ketika dewasa dapat berdialok dan dijak betukar pikiran tetapi jawabanya memberikan pencerahan hati.Oleh karena itilah nabi ibramim aliwassalam menunngu kelahiran putranya ismail kurang lebih 100 tahun untuk memanjatkan do’a kepada Allah SWT..Inilah suatu gambaran keberhasilan seorang ayah mendidik seorang anak, karena anak bagi setiap manusia adalah suatu hal membahagiakan dan suatu yang menjadi harapan yang akan menjadi penerus harapan orang tua kita dan menjadi kebanggaan”.
Peralihan bahasa Arab ke bahasa indonesia:
Arab:
 a’uzubillah himinassaitonirrazim  fallamma balakho mahussaiyah kolaya     bunayya inni arrafill manam anni anta hunna fanturna nayya kholayya badif alma tumarru sajaduni insya allah man sabirin





Indonesia:
maka ketika anak itu sampai umur 1 tahun ibrahim berkata wahai anakku sesesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu anakku, maka ismail menjawab wahai ayahku lakukanlah apa yang diperintahkan allah kepada kita insaallah kita akan mendapat surga dan menjadi orang-orang beruntung

       Maka dalam peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi diranah agama (masjid dan khutbah jum’at) terjadi dua perubahan bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab. Peralihan bahasa indonesia ke bahasa arab merupakan proses titur dan tindak tutur.
























BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan

Adapun kesimpulan yang dihasilkan  dari penulisan makalah ini adalah:Dalam berbahasa terjadi peristiwa tutur dan tindak tutur, peristiwa tutur merupakan terjadinya interaksi linguistik dalam bentuk suatu ujaran  tau lebih yang melibatkan dua belah pihak. Suatu peristiwa tutur harus harus meliputi delapan komponen yaitu:setting, participans, ends, act seguessece, key, instrumentalities, norma of  interaction and interpretation, genre.Sedangkan peristiwa tindak tutur lebih dilihat dari makna atau arti tindakan dalam tuturan seseorang. Tindak tutur juga merupakan salah satu ponomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik.

B.     Saran
Dengan  segala  kekurangan dan keterbatasan saya, kritik, saran, serta serta masukan yang  membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Besar harapan saya semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak khususnya pembaca.














Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dkk. 2004. “Sosiolinguistik Perkenalan Awal”. Jakarta:Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 1985. “Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa”. Flores: Nusa Indah.
Pariawan I Wayan. 2008. “Sikap Bahasa dalam Kajian Sosiolinguistik. Jalaludin Rakhmat, 1994. Psikologi Komunikasi: Suatu Pengantar,Bandung Remaja Rosdakarya.






Alih Kode Dalam Surat Kabar di Kantor Post



KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karunia-Nya. Yang telah dilimpahkan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah hasil dari penelitian saya yang berjudul “ ALIH KODE DALAM SURAT KABAR DIKANTOR POST PONTIANAK “ Makalah hasil penelitian ini disusun guna memenuhi tugas dari Dosen mata kuliah Sosiolinguistik.
Terimakasih saya ucapkan kepada bapak AL Ashandi Alimin M.Pd. selaku pengampuh mata kuliah sosiolinguistik yang memberikan tugas ini ,sehingga saya dapat melakukan penelitian ini berjalan dengan lancar , dan dapat mengetahui lebih dalam tenteng Sosiolinguistik ini .
Dalam penyusunan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan- kekurangan baik dari teknis penulisan maupun materi,mengigat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan penyusunan dalam makalah ini.

 

                                            Pontianak, 10 Oktober 2014

                                                         Margaretha Supiani





BAB I
PENDAHULUAN
I.I .Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk tertinggi dikaruniai akal, mempunyai alat komunikasi yang disebut bahasa. Manusia berinteraksi dan mencirikan dirinya dalam beradaptasi terhadap lingkungannya dengan bahasa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kridalaksana (dalam Aminuddin, 2003: 28) yang menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Hal ini membuktikan bahwa bahasa dan masyarakat merupakan suatu jalinan yang tidak terpisahkan sebab setiap kegiatan manusia pasti memerlukan alat berupa bahasa.
Bahasa dalam Surat kabar merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Dalam berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Tentu saja, pada tiap-tiap situasi komunikasi yang dihadapi dipilih salah satu dari sejumlah variasi pemakaian bahasa. Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Faktor pembicara, pendengar. pokok pembicaraan, tempat dan suasana pembicaraan berpengaruh pada seseorang dalam memilih variasi bahasa. Istilah yang digunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi pemakaian bahasa disebut ragam bahasa (Sugihastuti, 2000: 8).
Seseorang tidak dipandang sebagai individu yang terpisah dari individu lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu itu, bahasa dan pemakaian bahasa tidak diamati secara individu, tctapi dihubungkan dengan kegiatan di dalam masyarakat. Dengan kata lain, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individu tetapi juga merupakan gejala sosial.

Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, salah satunya adalah faktor sosial. Faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa antara lain: status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya. Pemakaian bahasa juga dipengaruhi oleh faktor situasional, yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana dan mengenai masalah apa yang dibicarakan.
Setiap penutur tidak pernah setia pada satu ragam tertentu dalam berkomunikasi. Penutur memiliki kecenderungan untuk mempergunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian yang disesuaikan dengan fungsi dan situasi. Wujud variasi bahasa antara lain idiolek, dialek, ragam bahasa, register, dan gaya bahasa. Kontak bahasa yang terjadi akan mengakibatkan peristiwa kebahasaan antara lain alih kode dan campur kode.
Peristiwa alih kode dan campur kode dapat dijumpai dalam pemakaian Bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. Alih kode dan campur kode dalam bahasa lisan dapat dijumpai dalam percakapan sehari-hari diberbagai media baik dalam situasi formal maupun nonformal. Secara tertulis dapat di.jumpai dalam pemakaian bahasa di berbagai media.
Surat kabar merupakan salah satu media yang digunakan untuk menyalurkan informasi kepada khalayak mengenai hal-hal atau peristiwa yang terjadi di masyarakat. Dalam surat kabar biasanya mencantumkan beberapa rubrik khusus sebagai salah satu usaha para redaktur untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik penggemarnya. Rubrik-rubrik yang terdapat dalam surat kabar selain sarat dengan berita juga ada beberapa rubrik mengenai dunia hiburan atau rubrik canda.



I.2.Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara membedakan alih kode dalam surat kabar ?
2.      Bagaimana peran surat kabar di masa yang akan datang?
3.      Apa yang di maksud dengan keraktetistik dari surat kabar?

I.3.Tujuan Penelitian
1.      Agar mengetahui jenis-jenis dalam alih kode.
2.      Untuk mengetahui lebih jelas tentang alih kode dalam surat kabar.
3.      Untuk memperoleh wawasan dalam penelitian yang sedang di amati dalam berinteraksi atau mengetahui logat Bahasa dalam alih kode, apa saja yang diucap masyarakat dalam kantor post tersebut.
I.4.Manfaat Penelitian

1.Manfaat Untuk Penulis

Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan pengalaman serta pengetahuan baikdikampus maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya.Seperti yang sudah saya kerjakan tugas sosiolinguistik, yaitu penelitian yang berjudul “ ALIH KODE DALAM SURAT KABAR DIKANTOR POST PONTIANAK.

2.Manfaat Untuk Pembaca

Untuk menambah wawasan dan pengalaman,dalam berinteraksi atau melakukan komunikasi dalam bahasa,dan mengetahui lebih dalam lagi tentang sosiolinguitik,judul penelitian ‘’ ALIH KODE DALAM SURAT KABAR DIKANTOR POST PONTIANAK .



BAB II
KAJIAN TEORI
A. Alih Kode
Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mengdukung fungsi masing-masing dan dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya. Appel memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi.Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu
1.    Alih kode ekstern, bila alih bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau sebaliknya dan
2.    Alih kode intern, bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa Jawa ngoko merubah ke krama.

 B.Teori Dell Hymes Mengenai Peristiwa Tutur
Oleh Diana Mayasari_12706251068

Bahasa yang berada di masyarakat digunakan untuk berinteraksi satu. Manusia dapat menggunakan sarana lainnya selain bahasa dalam komunikasinya, namun alat komunikasi yang baik sepertinya terletak pada bahasa. Dalam komunikasi tersebut manusia saling bertukar pikiran, gagasan, ide, informasi maka dalam setiap komuniaksi manusia melalui sebuah peristiwa yang disebut denga peristiwa tutur. Dalam rangka untuk menggambarkan dan menganalisis komunikasi tersebut Hymes membagi ke dalam tiga unit analisis, meliputi situasi (situation), peristiwa (event), dan tindak (act). Tindak tutur merupakan bagan dari peristiwa tutur dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Oleh karena itu tindak tutur dan peristiwa tutur memiliki hubungan yang sangat erat terkait. Keduanya merupakan gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi. Peristiwa tutur lebih diliaht pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atai arti tindakan dalam tuturannya. Sedangkan situasi tutur tidak murni komunikatif. Hal ini dikarenakan situasi tutur bukanlah kajian wicara, tetapi dapat diacu oleh wicara sebagai konteks. Dalam peristiwa tutur terdapat komponen tutur yang dipaparkan Hymes sebagai penentu pemakaian ragam bahasa.Pada ulasan ini kita akan menelaah lebih jauh mengenai komponen tutur yang memiliki kaitan dengan sosiolinguistik mikro, yakni berkenaan dengan siapa berbicara dalam bahasa apa, kepada siapa, tentang apa seperti ulasan berikut.

Komponen Tutur Dell Hymes
Hymes sebagai mengemukakan komponen tutur dalam klasifikasi yang ia usulkan dalam akronim SPEAKING, di mana setiap huruf dalam akronim tersebut merupakan komponen-komponen yang harus ada dalam komunikasi. Pada awal mulanya Hymes tidak mencetuskan teori tersebut dalam sebuah akronim speaking, namun masih berupa rincian-rincian yang terdiri dari 16 poin mengenai unsur dalam pembicaraan. Kemudian Hymes melihat dari telaah psikologis bahwa ingatan manusia hanya mampu mengingat dengan baik antara kisaran tujuh plus dua atau minus dua, sehingga keenam belas poin tersebut disederhanakan dalam satu akronim yang dikenal dengan SPEAKING (Miller, 1956 melalui Christina, Paulston dan Tucker, 2003 :40-46) .
1.  S: (situation), terdiri atas setting dan scene. setting menunjuk pada waktu, tempat dan keadaan fisik tuturan secara keseluruan,  Scene mengacu pada keadaan psikologis pembicaraan. Misalnya dari situasi formal berubah menjadi informal.
2.   P: (partisipants), mencakup penutur, petutur, pengirim dan penerima.
3.   E: (ends), meliputi maksud atau tujuan dan hasil.
4.  A: (act sequence), terdiri atas bentuk pesan dan isi pesan
5.    K: (key), mengacu pada nada, cara, atau semangat penyampaian pesan


6.    I: (instrumentalities), menunjuk pada jalur bahasa yang digunakan dalam pembicaraan seperti lisan, tulisan, melalui telegraf atau telepon dan bentuk tuturan seperti bahasa dan dialek, kode, fragam atau register seperti di Amerika dengan menggunakan dialek bahasa Inggris untuk mengarah pada situasi atau fungsi tertentu (seperti bahasa standar vs vernakular).
7.    N:(norms), mengacu pada aturan-aturan atau norma interaksi dan interpretasi. Norma interaksi merupakan norma yang terjadi dalam cara menyampaikan pertanyaan, interupsi, pernyatan, perintah dalam percakapan. Norma interpretasi, yakni penafsiran norma oleh partisipan dalam tuturan.
8.      G: (genres), mencakup jenis bentuk penyampaian, seperti syair, sajak, mite, hikayat, doa, bahasa perkuliahan, perdagangan, ceramah, surat edaran, tajuk rencana.




BAB 1II
   HASIL PENELITIAN DAN Pembahasan

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pembahasan dibagi menjadi dua bagian. Secara lengkap pembahasa tersebut sebagai berikut.
 I .3.  Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat :Jl.Sultan Abdulrahman( Kantor Post Indonesia di Pontianak).
Waktu :Kamis, 10 Oktober –11, Oktober 2014 ( 2 hari )
 2.3 Penggunaan Alih Kode
Penggunaan alih kode pada masyarakat dalam sosialisasi bahasa di Pontianak dibagi berdasarkan. Penggunaan alih kode tersebut dapat dilihat dari percakapan berikut.
Percakapan 1
Tempat            :Kantor post
Waktu              : pagi (pukul 8.15 WIB)
Konteks           : Antrian dalam penerimaan atau mengirim barang.
Penutur           :
a.   Ika (Lombok/Suku Bima)
b.   Meri sapam atau sekoriti  (Lombok/Suku Bima)
c.   Rahayu ( Lombok / Suku Bima )
d.   Rina (Banyumas/Suku Jawa)
e.   Ita (Banyumas/Suku Jawa)
f.   Veby( Bayumas/ Suku jawa )

Ika dan  Meri sedang melakukan pangilan atau malakukan pangilan yang secara berantrian. Kemudian  Rina yang berada di sebalah kanan kursi yang berada tidak jauh dari kursi Ika, Meri,Rina, Ita ,Rahayu dan Vebi pun melaksanakan pekerjaan meraka masing – masing dengan duduk dikusi,dan ada juga meja,loket 1- 7 tampat untuk antrian, target dalam mengantar baik pun untuk mengirim,masing- masing sudah di sediakan oleh post tersebut :
di atas antara ika, m, Meri, dan pak sapam terjadi alih kode dari Bahasa Indonesia (BJ) ke Bahasa Jawa (BJ/Banyumas) dan dari BI ke Bahasa Lombok. Antara ika (Lombok) dan meri (Banyumas) awalnya bertutur dengan menggunakan bahasa Indonesia (nonformal/lisan) tentang pengiriman surat maupun berupa barang .Kemudian rina (Banyumas) tiba-tiba di samping pun melakukan antrian yang sudah disediakan sebelumnya.mulai bekerja untuk sebuah antrian sesuai nomor yang sudah di ambil dari bapak sapam, dan meraka bertanya dalam pengiriman nya dalam masalah atau mau membayar ansuran bapak sapam nya bilang. Nanti sore datang lagi kira- kira jam satu atau jam dua gituan ,menggunakan Bahasa sehari – hari (BI), kemudian saat berbicara dengan ika beralih menggunakan Bahasa Jawa (Banyumasan). Saat antrian tiba-tiba ada seorang ibu. Awalnya Bapak sapam bilang mau mengirim apa ibu…,menggunakan BI ketika berbicara dengan Ibu tersebut, setelah berbicara dengan bapak sapam beralih menggunakan Bahasa Lombok .Penggunaan alih kode dapat dilihat pada dialog di atas dengan keterangan angka sebagai berikut.
Alih kode yang dilakukan Nurul dapat dilihat pada percakapan nomor (4) BI, (6) BJ, dan (8) BJ-BI. Alih kode yang dilakukan adalah dari BI ke BJ dan dari BJ ke BI.
Alih kode yang dilakukan Meilan dapat dilihat pada percakapan nomor (5) BI dan (7) BJ. Alih kode yang dilakukan adalah dari BI ke BJ.




    
Alih kode yang dilakukan Indra dapat dilihat pada percakapan (11) BI-BL, (13) BL, dan (15) BL. Alih kode yang dilakukan adalah dari BI ke BL.
Percakapan 1
Tempat            : ruang  lantai bawah tempat pengiriman barang
Waktu              : sore siang hari (± 11.32.00 WIB)
Konteks           : masalah dalam pembayaran asuransi
Penutur           :
a.       Bapak sapam : (lombok / Bima )
b.      Masyarakat (banyumas / Suku Jawa )

Hari kamis tanggal 10 pagi, jam 8.15 WIB di kantor post masih ada masalah banyak masyarakat yang datang ke kantor post,namun mereka dengan sia-sia. Kata bapak sapam yang ada di dalam ruangan, munkin nanti kira-kira jam 1 WIB ,tutupnya kantor post ,kata bapak sapam kantor ini tutup jam          05 WIB .
Penggunaan pada Alih Kode
Sapam: “mau apa bu..,keperluanya!”
Seorang ibu: “Bayar asuransi “
   Sapam: “Lagi gangguan ni bu.., ngrim surat pasti bisa bu, kalau mau bayar asuransi sekarang masih gangguan,munkin siang kira- kira jam 1 WIB atau sore,kantor post tutupnya kira- kira jam 05 wib gituan bu.”
Bapak Sapam : ( lombok / Bima )
Masyarakat     : ( Banyumas / Suku Jawa )
Sapam : “Iya pak , mau ngambil apa pak?

Seorang Bapak : “ Bayar asuransi
Sapam : Ha....,kebetulan bayar asuransi lagi gangguan pak?
Seorang Bapak :Iya kah...
Sapam : Coba sore,..kita tutupnya jam 06 pak.
Masih dalam penelitian lamtai bawah dengan orang yang berbada,yaitu :
Sapam : Ibu ada perlu apa ..,perlu apa bu?
Seorang ibu : Cap Post .
Sapam : “Dari mana bu..
Seorang ibu : dari penggadilan?”
Sapam: Matrai,potokopy- an-nya ada bu...”.
Seorang ibu : Ini ada tiga rangkap.
Sapam : Jadi..,satukan tu bu... potokopy-an-nya nanti bu...,bilang aja bu.. mau ngecap dengan bapak bayhaki didalam itu bu....,ketemu ngadap.
Seorang Ibu : Disebelah mana iya?
Sapam : Samping masih daerah sini bu.
Sama  dengan yang di atas tapi beda orangnya :
Sapam : Oh..mbak,..mau ngapa Mbak?
Mbak : Mau cek barang
Sapam : Dari mana?
Mbak : Kendiri

Sapam : Ada nomor telpon?
Mbak : “Ndak kan gini banggg…tadinya tu kan online,tidak terkirim”.
Sapam : “Coba gini..nomor pin-nya ada?
Mbak: “Ada…..”.
Sapam : “Udah dicek di internet…belom?
Mbak :  “belom bang.”
Sapam :Coba di cek dengan Mbak Dita disitu.
Mbak : “Makasih iya..?”
Sapam : oh….iya…iya sama- sama jeng.

Berdasarkan kedua percakapan di atas dapat diketahui bahwa penggunaan alih kode terjadi pada umumnya jika bertemu atau berdialog dengan sesama suku atau berasal dari daerah yang sama.
       Hal ini karena pegawai post dihuni dari berbagai suku atau daerah yang berbeda, sehingga dalam berkomunikasi atau bersosialisasi menggunakan Bahasa Indonesia (BI) agar tidak terjadi salah paham. Akan tetapi, penghuni post yang berpenghuni  masyarakat tidak menutup diri terhadap bahasa daerah penghuni lain. Artinya dalam beberapa kesempatan atau jika sedang berkumpul sering kali saling belajar antar bahasa daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kemultikulturalan yang ada di kantor post tidak menjadi penghalang atau perpecahan antar suku dalam bersosialisasi. Akan tetapi, hal ini justru menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri sehingga semakin mempererat keakraban di antara penghuni kantor post yang notabennya sebagai masyarakatnya.
       Alih kode yang terjadi pada mahasiswa atau masyarakatnya dalam sosialisasi bahasa dengan konteks multikultural di kantor post , misalnya sebagai berikut :
Penggunaan campur kode

Sapam        : ““Mbak ngirimnya lewat apa...Laut atau udara?”
Seorang Mbak : “Kurang tau”
Sapam: “Jadi kalau lewat laut si.. munkin,,,”
Seorang Mbak  : “Iya kemarin juga sama.”
Sapam  : “kirimannya, berapa besar ungak .”
Seorang Mbak : Kecil .
Sapam : Kira – kira ada 10 kilian gituan ungak?”
Seorang Mbak  : “5 kiloan gitu, karna ngirim pake jam sama ha …ha.. cepat biasan10 hari ”
Sapam : “Munkin kiriman yang pertama ,itu dia pakek khusus?”
Seorang Mbak       : “Tapi...... kan Hpnya  sama   ....?”
Sapam : Barang dikirim kemarin.mbak ada pin?”
Seorang Mbak :Ugak ada,  barang yang dikirim kemarin 3-4 hari dengan waktu yang sama sampai ugak , biasa sampai 10 hari udah sampai.
Sapam : Cob aja Mbak cek dengan Mbak Dita.
Seorang Mbak : Gimana nanyaknya?
Sapam :” Ndak,Ape tanya,...langsung jak .
       Berdasarkan percakapan di atas dapat diketahui penggunaan campur kode antara masing-masing penutur berbeda, yaitu sesuai menggunakan bahasa atau istilah sesuai daerah asal masing-masing. Baik dalam pengiriman,atau dalam masalah surat kabar dalam kantor post tersebut,adanya peerbedaan Bahasa yang digunakan dalam berbahasa,dan ada juga menggunakan Bahasa sehari-hari .


BAB V
Penutup

A.Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Peristiwa tutur yang terjadi di masyarakat mengakibatkan munculnya berbagai variasi bahasa, sehingga Dell Hymes merumuskan komponen tutur SPEAKING sebagai syarat terjadinya peristiwa tutur. Masing-masing komponen tersebut saling berhubungan dan berfungsi meminimalisir kesalahpahaman dan kesalahtafsiran dalam peristiwa tutur serta sebagai penentu penggunaan ragam bahasa yang tepat dalam komunikasi.
            Dalam suatu peristiwa tutur, alih kode dan campur kode terjadi karena beberapa faktor yaitu,
(1) penutur dan pribadi penutur, (2) mitra penutur,(3) hadirnya penutur ketiga, (4) tempat dan waktu tuturan berlangsung, (5) modus pembicaraan, dan (6) topik pembicaraan. Alih kode dan campur kode memiliki fungsi terkait dengan tujuan berkomunikasi. Dalam kegiatan  komunikasi pada masyarakat multilingual, alih kode dan campur kode  pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan (1) mengakrabkan suasana, (2) menghormati lawan bicara, (3) meyakinkan topik pembicaraan, (4) menyajikan humor untuk menghibur, dan (5) menimbulkan gaya atau gengsi penutur.

B.Saran

Alih kode dan campur kode seharusnya digunakan pada kondisi dan situasi yang tepat. Campur kode seharusnya hanya digunakan pada situasi informal saja sementara pada situasi formal seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baku.






Daftar Pustaka

Agsjatmiko.blogspot.com/.../penggunaan-alih-kode-dan-campur-kode.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul., Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Marsono dan Partana, Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar.
Paulstom, Christina Bratt and Tucker. G. Richard. 2003. Sosiolinguistics. Blackwell Publishing.
Marcopangngewa.blogspot.com/.../alih-kode-dan-campur-kode.


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More